Friday, December 25, 2009

Saat Si Burung Harus Terbang Lagi

Senja telah tiba, dan si burung lelah.
Sayap-sayapnya tak mampu lagi ia kepakkan, tenggorokannya kering karena nyanyian yang ia kumandangkan seharian, kakinya letih bertengger di atas kabel-kabel di tengah kota yang berdebu. Ia mau duduk dan diam.
Dalam temaram sinar matahari yang memudar, ia melhat sebuah pohon dengan buah-buahnya yang ranum. Si burung tak berpikir akan ranumnya buah-buah itu, ia hanya ingin duduk dan diam.
Di salah satu dahan yang kokoh ia duduk dan diam. Ia menanti megahnya pagi untuk bernyanyi bagi dunia.
Fajar tak pernah terlambat. Si burung bangun dan bersiap. Ia nikmati beberapa buah dari pohon itu. 'Cukup' pikirnya. Dan ia pun terbang. Ia kitari pohon itu dan menyadari gagah dan memukaunya tempat ia menginap semalam. Ia pun bernyanyi bagi dunia. Nyanyian untuk pagi, untuk awan, untuk bunga, dan untuk sang pohon. Bila ia lelah, ia akan bernaung di rimbunnya sang pohon dan mereguk embun yang menetes dari tiap helai daunnya.
Si burung bahagia. Tiap hari ia nyanyikan senandung merdu bagi sang pohon. Bagi daun-daunnya. Bagi dahannya yang kokoh. Bagi buah-buahnya yang ranum. Bagi akarnya yang kuat mengikat bumi.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Sang pohon menanggalkan daun-daunnya. Si burung tetap tinggal di dahan-dahan keringnya. Di tengah dinginnya gerimis dan tiupan angin, ia tetap berkata,'Ini pohonku. Di sini aku berdiam karena begitulah ia menginginkanku.'
Hari-hari bertambah terik. Tak satu pun buah dapat si burung nikmati dari sang pohon. Ia tetap tinggal di dahan-dahan sang pohon. Tiap pagi masih ia nyanyikan senandung bagi sang pohon. Si burung bertambah kurus dan lemah. Ia pun bertanya pada sang pohon. Ia bertanya mengapa, ia bertanya kapankah, ia bertanya mungkinkah. Sang pohon diam.
Malam itu si burung duduk dan diam. Saat fajar memanggil ia pun diam. Angin senja menusuk tulang-tulang dalam tubuhnya, ia pun diam.
Si burung telah berikhtiar.
Saat fajar berikutnya, ia mengepakkan sayap. Ia nyanyikan nyanyian terakhir untuk sang pohon. Si burung pun terbang lagi. Jauh dari sang pohon... yang diam, yang mengering, yang akan rindang lagi saat langit dan bumi memerintahkannya demikian.

-LSy-